Menghukum dan Mengekang Anak
Bersama Pemateri :
Ustadz Abu Ihsan Al-Atsary
Menghukum dan Mengekang Anak merupakan kajian Islam ilmiah yang disampaikan oleh Ustadz Abu Ihsan Al-Atsaary dalam pembahasan Ada Apa dengan Remaja. Kajian ini disampaikan pada Selasa, 29 Safar 1446 H / 3 September 2024 M.
Kajian Tentang Menghukum dan Mengekang Anak
وَاضْرِبُوهُمْ عَلَيْهَا لِعَشْرٍ
“Pukullah mereka (kalau tidak mengerjakan shalat) pada usia sepuluh tahun.” (HR. Ab Dawud)
Remaja usia sepuluh tahun ke atas masuk dalam kategori ini, tetapi bukan berarti kita harus langsung memilih hukuman tersebut. Opsi hukuman fisik, seperti pukulan, adalah pilihan terakhir jika opsi-opsi lainnya sudah tidak efektif. Sanksi juga memiliki tingkatan, tidak langsung berupa hukuman fisik. Sanksi ringan dapat diterapkan lebih dulu, baru kemudian meningkat ke hukuman yang lebih berat hingga hukuman ta’zir, yaitu pukulan, jika diperlukan. Lebih dari itu, tidak diperbolehkan kecuali dalam konteks hukum hudud.
Hukum hudud memiliki ketentuannya sendiri, seperti cambuk, rajam, potong tangan, dan pancung. Eksekusinya hanya boleh dilakukan oleh pihak yang berwenang. Berbeda dengan hukuman ta’zir, yang tujuannya untuk mendidik atau memberikan efek jera, dan bisa dilakukan oleh siapapun yang bertanggung jawab terhadap anak atau pelaku.
Oleh karena itu, pukulan adalah opsi terakhir jika opsi-opsi yang lebih ringan tidak efektif. Jika kita langsung mengambil opsi pukulan, lalu masalah tidak selesai, akan muncul keinginan untuk meningkatkan intensitas pukulan. Padahal, hukuman ta’zir tidak boleh lebih dari sepuluh kali pukulan dan tidak boleh dilakukan dengan kekuatan yang berlebihan. Hingga pukulan itu bisa memberikan dampak yang buruk untuk anak.
Ketika Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda: “Pukullah mereka (kalau tidak mengerjakan shalat) pada usia sepuluh tahun.” itu adalah pembolehan untuk memberikan sanksi berupa pukulan, tetapi bukan berarti kita langsung memilih opsi memukul dalam setiap pelanggaran yang dilakukan oleh anak.
Seperti dikatakan, “Siapa yang sering mendapat hukuman, maka perilakunya akan menjadi buruk.” Ketika anak sering dihukum, ia akan kebal dan resisten terhadap hukuman sehingga mulai meremehkan peraturan. Dengan mudah, ia akan melanggar peraturan-peraturan tersebut karena baginya hukuman bukanlah sesuatu yang menakutkan. Ini jelas tidak kita harapkan terjadi pada anak-anak kita.
Bukan hanya remaja atau anak-anak, banyak orang dewasa yang juga tidak takut terhadap hukuman dan tidak merasa bersalah saat melanggar peraturan. Inilah yang memunculkan ungkapan, “Peraturan dibuat untuk dilanggar,” dan memang demikian yang sering terjadi di lapangan. Hal ini mungkin disebabkan pendekatan yang salah.
Maka hukuman takzir bukanlah tujuan. Hukuman dalam Islam bukan sekadar untuk menghukum, melainkan sebagai sarana (wasilah) untuk mencapai sesuatu yang lebih baik, yaitu mendapatkan maslahat yang lebih besar dan mengurangi mudarat yang lebih besar. Hukuman tidak boleh dijadikan hobi oleh orang tua. Ada sebagian orang tua yang merasa jika tidak menghukum anak, mereka belum menjadi orang tua yang sebenarnya. Akhirnya, mereka cenderung mencari-cari kesalahan anak agar bisa menghukum, seolah untuk menunjukkan kuasa mereka sebagai orang tua.
Mengekang Anak
Selanjutnya, kita akan membahas soal mengekang anak. Ini juga tidak baik, terutama bagi remaja. Berbeda dengan anak-anak, remaja memiliki perkembangan akal yang sangat pesat, dinamis, dan cepat. Orang tua harus bisa memahami dan menyeimbangkan hal ini.
Ada orang tua yang super protektif dan sulit memberikan kepercayaan kepada anak, sehingga cenderung mengekangnya. Segala hal, bahkan yang remeh, tidak diizinkan. Anak yang terlalu dikekang ini, lama-lama bukan hanya fisiknya yang terkekang, tetapi juga pikirannya dan jiwanya. Akibatnya, ia tumbuh menjadi pribadi yang kerdil, tidak tahu apa-apa, tidak bisa melakukan apa pun karena tidak pernah diberi kebebasan untuk berkreasi. Anak menjadi pasif dan miskin kreativitas, yang mungkin disebabkan oleh kekangan orang tua yang berlebihan.
Orang tua harus mengetahui titik di mana mereka memberikan kebebasan kepada anak dan poin-poin di mana mereka tidak boleh memberikan kebebasan terlalu banyak. Dengan begitu, kreativitas anak dapat tumbuh dan berkembang.
Nabi Muhammad Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam melatih para remaja dengan cara seperti itu, sehingga mereka bisa maju sesuai bakat masing-masing karena diberi kebebasan untuk berkreasi. Misalnya, Nabi menyertakan Usamah bin Zaid dalam peperangan di usia muda. Meskipun ia pernah melakukan kesalahan dalam suatu peristiwa—yaitu membunuh seseorang yang sudah mengucapkan “لا إله إلا الله” (Laa ilaaha illallah)—Nabi tidak melarang Usamah untuk ikut serta lagi.
Kadang-kadang, orang tua takut anaknya berbuat salah, padahal manusia tidak mungkin tidak membuat kesalahan. Ketika rasa takut itu terlalu dominan, mereka cenderung mengekang anaknya dengan mengatakan, “Kamu tidak boleh lagi melakukan ini atau itu.” Contohnya, remaja putra yang sudah cukup umur dan memiliki SIM serta KTP, namun tidak diberi kepercayaan untuk membawa kendaraan. Padahal, hal itu menjadi kebutuhan untuk masa depannya.
Ketika tidak diberikan kepercayaan—mungkin karena pernah melakukan kesalahan—anak ini bisa menjadi penakut, tidak berani, dan miskin kreativitas. Wajar jika anak seperti ini nantinya hanya bisa berada di bawah naungan orang tuanya. Tentunya, orang tua tidak selamanya bisa menaunginya.
Kita harus mengetahui pada poin-poin mana kita bisa memberikan kebebasan kepada anak tanpa terlalu mengekangnya, sehingga ia memiliki insting untuk berkreasi dan kreativitasnya tidak mati. Jangan sampai ia tidak bisa melakukan apa-apa. Terlalu overprotektif hingga melarangnya melakukan hal-hal sepele akan membuat jiwa anak menjadi kerdil dan tidak mengasah keberaniannya.
Memang semua ada risikonya, tetapi begitulah kita sebagai pendidik. Kita harus memahami remaja bahwa mereka adalah manusia yang dinamis dengan rasa penasaran yang tinggi. Inilah yang harus dikawal dan diarahkan oleh orang tua.
Bagaimana penjelasan lengkapnya? Mari download mp3 kajian yang penuh manfaat ini.
Download mp3 Kajian
Podcast: Play in new window | Download
Artikel asli: https://www.radiorodja.com/54443-menghukum-dan-mengekang-anak/